Dramatisasi Puisi Aroma Maut karya Hamid Jabbar


AROMA MAUT
karya
Hamid Jabbar

Berapakah jarak antara hidup dan mati, sayangku?
Barangkali satu denyut lepas, o satu denyut lepas
tepat di saat tak jelas batas-batas, sayangku:
Segalanya terhempas, o segalanya terhempas!
(Laut masih berombak, gelombangnya entah ke mana.
Angin masih berhembus, topannya entah ke mana.
Bumi masih beredar, getarnya sampai ke mana?
Semesta masih belantara, sunyi sendiri ke mana?)
Berapakah jarak antara hidup dan mati, sayangku?
Barangkali hilir-mudik di suatu titik
tumpang-tindih merintih dalam satu nadi, sayangku:
Sampai tetes-embun pun selesai, tak menitik!
(Gelombang lain datang begitu lain.
Topan lain datang begitu lain.
Gelap lain datang begitu lain.
Sunyi lain begitu datang sendiri tak bisa lain!)
Padang, 1977/1978
Aroma Maut

Puisi : Hamid Jabbar
3 orang duduk bersila dan memejamkan mata. Seorang wanita datang memandangi ketiga orang itu dan menghembus wajah orang  orang yang berada di paling kanan membuka mata secara tiba-tiba setelah itu ia melihat kekanan dan orang dikanannya membuka mata demikian seterusnya hingga ke tiga-tiganyanya membuka mata. Mereka seperti takjub melihat kesekeliling sedangkan wanita itu berdiri tegak menghadap kosong kedepan.
Wanita :
Berapakah jarak antara hidup dan mati sayangku?
Ketiga orang yang mendapat pertanyaan itu seperti bingung dan tak mampu menjawabnya.
Wanita :
Barangkali suatu denyut lepas, oh satu denyut lepas
Ketiga orang itu saling memandang.
Wanita :
Tepat disaat jelas batas-batas, sayangku:
Segalanya terhempas, oh segalanya tehempas
Ketiga orang itu perlahan-lahan berdiri.
Orang pertama :
Laut masih berombak, gelombangnya entah kemana
Orang kedua :
Angin masih berhembus topan  entahnya kemana
Orang ketiga :
Bumi masih beredar, getarnya sampai kemana-mana
Wanita :
(setengah berteriak)
Semesta masih belantara, sunyi sendiri kemana?
Ketiga orang itu kembali terdiam.
Wanita :
Berapakah jarak antara hidup dan mati, sayangku?
Orang pertama :
Barangkali hilir-mudik disuatu titik
Wanita :
Tumpang tindih menindih dalam suatu titik, sayangku?
Ketiga orang itu kembali saling melihat.
Wanita :
Hahahahahahaha
Sampai tetes embun pun selesai, tak menitik!
Wanita maju meninggal kan ketiga orang itu sampai agak jauh kedepan. Ia terhenti saat orang pertama buka suara.
Orang pertama :
(maju dua langkah)
Gelombang lain datang begitu lain
Orang kedua :
(maju dua langkah)
Topan lain datang begitu lain.
Orang ketiga :
(maju dua langkah)
Gelap lain datang begitu lain
Suasana senyap sebentar.
Wanita :
sunyi lain begitu datang sendiri tak bisa lain.
Wanita perlahan-lahan meninggalkan tempat itu, sedangkan layar tertutup.


sumber: http://miramarsellia.com/2006/12/31/aroma-maut-hamid-jabbar/ dan http://www.teaterpetass.com/2013/02/dramatisasi-puisi.html

Belum ada Komentar untuk "Dramatisasi Puisi Aroma Maut karya Hamid Jabbar"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel