Makalah Psikolinguistik Mekanisme Ujaran Pembuatan Bunyi Ujaran



PEMBUATAN BUNYI UJARAN
Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Psikolinguistik
Dosen Pengampu : Agoes Hendriyanto, M.Pd.


Disusun Oleh:
Alfy Hamzah Yuniarto (1220717002)
Khusnul Kotimah (1220717014)
Novi Nurcahyani (1220717019)
Pranandhita Sotya Sambayu (1220717022)
PBSI/V/A
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
STKIP PGRI PACITAN
2014

ABSTRAK

Ujaran diproduksi dengan mekanisme yang cukup rumit sebelum dikeluarkan dari mulut kita, ujaran melewati serangkaian proses di dalam otak terlebih dahulu. Udara yang dihembuskan oleh paru-paru keluar melalui daerah glotal. Kemudian melewati faring (pharynx). Dari faring ada dua jalan, pertama melalui hidung dan yang kedua melalui rongga mulut.
Pembutan bunyi vokal dan bunyi konsonan berbeda. Pembuatan bunyi bunyi konsonan ditentukan oleh tiga faktor, yaitu titik artikulasi, cara artikulasi, dan yang ketiga adalah status pita suara. Sedangkan bunyi konsonan ditentukan oleh tinggi-redahnya lidah, posisi lidah, ketegangan lidah, dan bentuk bibir.
Saraf juga memiliki peran yang sangat vital dalam pemroduksian ujaran. Salah satu ilmu yang mempelajari mengenai saraf, termasuk mengenai berbagai kelainan yang terjadi ialah neurologi. Sistem saraf manusia terdiri dari dua bagian utama, yaitu tulang punggung dan otak yang terdiri dari dua bagian yaitu batang otak (brain stem) dan korteks serebral (cerebral cortex).
Kata kunci: produksi ujaran, vokal, konsonan, neurologi





LATAR BELAKANG
Dardjowidjojo (2008:7) menyimpulkan bahwa psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari proses-proses mental yang dilalui manusia dalam berbahasa. Salah satu topik yang dipelajari dalam psikolinguistik ialah produksi yaitu proses-proses mental pada manusia ketika berujar.
Manusia menganggap berujar merupakan hal yang sangat mudah. Ujaran seperti keluar begitu saja dari mulut kita. Tetapi sebenarnya ujaran tidak keluar begitu saja dari mulut manusia, melainkan harus melewati proses yang cukup rumit. Bahkan untuk menghasilkan ujaran yang sempurna dibutuhkan dukungan dari sejumlah saraf dan juga kesempurnaan alat-alat yang dibutuhkan untuk memproduksi ujaran itu sendiri.
Orang yang sumbing ujarannya tidak sebaik orang yang memiliki bibir yang sempurna. Ketika kita sedang terserang flu bicara kita pun sedikit terganggu, orang Jawa biasa menyebutnya bindeng.Hal tersebut membuktikan bahwa untuk menghasilkan ujaran diperlukan sejumlah alat ucap dan organ-organ penting dalam pemroduksian ujaran tersebut.
Kemampuan manusia berbahasa tidak hanya didukung dari kelengkapan alat ucap, tetapi juga terdapat beberapa faktor lain, di antaranya selain lingkungan adalah saraf.Ujaran dihasilkan setelah melalui serangkaian proses di otak. Sering kita melihat orang struk tidak dapat bicara dengan bibirnya sehingga dia hanya dapat menggunakan bahasa isyarat. Lalu, ada orang yang latah. Struk dan latah merupakan dua contoh kelainan yang berkaitan dengan saraf dalam memproduksi bahasa. Masih terdapat banyak kelainan dalam berbahasa yang diakibatkan dari gangguan pada saraf.







RUMUSAN MASALAH
Sehubungan dengan latar belakang di atas, dirumuskan beberapa poin permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:
1.    Bagaimana bunyi vokal dihasilkan?
2.    Bagaimana bunyi konsonan dihasilkan?
3.    Apa itu fonotaktik?
4.    Apakah tilas neurologis itu?

TUJUAN
            Berdasar latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan artikel ini ialah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui bunyi vokal dihasilkan.
2.    Untuk mengetahuibunyi konsonan dihasilkan.
3.    Untuk mengetahuimengenai fonotaktik.
4.    Untuk mengetahu mengenai tilas neurologis itu.

PEMBAHASAN
A.  Mekanisme Ujaran
Dardjowidjojo (2008:32) mengatakan bahwa paru-paru merupakan sumber bunyi. Paru-paru mengembang dan mengempis untuk menyedot dan mengeluarkan udara. Melalui saluran di tenggorokan, udara keluar melalui mulut atau hidung. Dalam perjalanan melewati mulut atau hidung ada kalanya udara tersebut dibendung oleh salah satu bagian dari mulut sebelum kemudian dilepaskan. Hasil bendungan tersebutlah yang kemudian menghasilkan bunyi
Udara yang dihembuskan oleh paru-paru keluar melalui daerah glotal. Kemudian melewati faring (pharynx). Dari faring ada dua jalan, pertama melalui hidung dan yang kedua melalui rongga mulut. Semua bunyi yang dibuat dengan udara melalui hidung disebut bunyi nasal. Sementara itu, bunyi yang udaranya keluar melewati mulut dinamakan bunyi oral. Mulut terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah. Bagian atas umumnya tidak bergerak sedangkan bagian bawah bergerak.Bagian bawah mulut terdiri atas:
1.    Bibir
Bibir terdiri dari bibir atas dan bibir bawah. Kedua bibir tersebut dapat dirapatkan untuk membentuk bunyi yang dinamakan bilabial yang artinya dua bibir bertemu. Bunyi yang dihasilkan yaitu [p], [b], dan [m].
2.    Gigi
Hanya gigi atas yang berperan menciptakan ujaran. Gigi atas dapat berlekatan dengan bibir bawah untuk membentuk bunyi yang dinamakan labiodental, bunyi yang dihasilkan seperti [f] dan [v]. Gigi juga dapat berlekatan dengan ujung lidah untuk membentuk bunyi dental seperti bunyi [t] dan [d] dalam bahasa Indonesia.
3.    Alveolar
Alveolar berada persis di belakang pangkal gigi atas. Pada alveolar dapat ditempelkan ujung lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakan bunyi alveolar, seperti bunyi t dan d dalam bahasa Inggris.
4.    Palatal keras (hard palate)
Palatal keras berada di belakang daerah alveolar. Pada daerah ini dapat ditempelkan bagian depan lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakan alveopalatal seperti bunyi [c] dan [j].
5.    Palatal lunak
Palatal lunak disebut juga velum, berada di bagian belakang rongga mulut atas. Apda palatal lunak dapat dilekatkan bagian belakang lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakan velar seperti bunyi [k] dan [g].
6.    Uvula
Uvula berupa tulang lunak yang ebrada di ujung rahang atas. Uvula dapat digerakkan untuk menutup saluran ke hidung atau membukanya. Apabila uvula tidak berlekatan dengan bagian atas alring maka bunyi udara keluar melalui hidung. Bunyi inilah yang dinamakan bunyi nasal. Sebaliknya, apabila uvula berlekatan dengan dinding laring maka udara disalurkan melalui mulut dan menghasilkan bunyi yang dinamakan oral.


7.    Lidah
Lidah berada di samping bibir dan gigi. Lidah merupakan bagian mulut yang fleksibel. Lidah dibagi menjadi beberapa bagian:
a.    Ujung lidah (tip of the tongue): bagian lidah palingdepan.
b.    Mata lidah (blade): bagian lidah yang berada di belakang ujung lidah.
c.    Depan lidah (front): bagian lidah yang sedikit agak ke tengah tetapi masih di depan.
d.    Belakang lidah: merupakan bagian lidah yang beradang paling belakang.
Bagian-bagian lidah tersebut dapatd igerakkan dengan cara dimajukan,dimundurkan, dikeataskan, atau dikebawahkan untuk membentuk bunyi-bunyi tertentu.
8.    Pita suara (vocal cords)
Pita suara adalah sepasang selaput yang berada di jakun (larynx). Selaput ini dapat dirapatkan, direnggangkan, dan dapat dibuka lebar. Status selaput suara ini ikut menentukan perbedaan antara satu konsonan dengan konsonan yang lain.
9.    Faring
Saluran udara menuju ke rongga mulut atau rongga hidung.
10.    Rongga hidung
Rongga hidung menghasilkan bunyi-bunyi nasal seperti: [m] dan [n].
11.    Rongga mulut
Rongga mulut menghasilkan bunyi-bunyi oral seperti [p], [b], [a], dan [i].










B.  Pembuatan Bunyi
1.    Bunyi konsonan
Dalam pembuatan bunyi, bagian mulut seperti lidah, bibir, dan gigi disebut artikulator. Ada tiga faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan bunyi konsonan, yaitu titik artikulasi, cara artikulasi, dan yang ketiga adalah status pita suara.
Titik artikulasi adalah tempat artikulator berada, berdekatan, atau berlekatan. Apabila bibir atas dan bibir bawah berlekatan maka bunyi yang dihasilkan adalah bunyi bilabial. Pada bahasa Indonesia bunyi bilabial terdiri dari bunyi [p], [b], dan [m]. Perbedaannya terletak pada saluran udara yang dilaluinya. [p] dan [b] melewati mulut, dan karenanya disebut bunyi oral. Sedangkan m mellaui hidung dan disebut bunyi nasal.
Bunyi [t] dan [d] bahasa Indonesia dibuat dengan menempelkan ujung lidah pada bagian pangkal gigi tas dengan sedikit menyentuh bagian depan alveolar, dan disebut bunyi dental. Bunyi [k] dan [g] dibuat dengan menempelkan bagian belakang lidah ke daerah velum, dan disebut bunyi velar.
Cara artikulasi adalahcara udara dari paru-paru dilepaskan. Apabila udara itu ditahan dengan ketat di mulut lalu kemudian dilepaskan dengan serentak maka bunyi tadi akan menimbulkan semacam letupan, dan disebut bunyi plosif atau stop, atau bunyi hambat.
Jika lebih diperhatikan bunyi [b]dan [p] dibuat dengan merapatkan kedua bibir untuk menahan udara yang keluar dari paru-paru. Udara itu kemudian kita lepas secara serentak sehingga seolah-olah menimbulkan letupan udara. Begitu juga dengan buyi [t] dan [d]. Perbedaannya adalah bahwa artikulator yang menahan udara itu bukanlah kedua bibir tetapi ujung lidah dan gigi atas. Untuk bunyi [k] dan [g] udaranya ditahan oelh bagian belakang lidah yang berlekatan dengan daerah velum. Udara ini pun kemudian dilepas kembali secara serentak.
Dengan kata lain [p], [b], [t], [d], [k], dan [g]termasuk dalam satu kategori bunyi yang sama, yaknu bunyi hambat. Tetapi terdapat perbedaan di antar bunyi- bunyitersebut, yakni status pita suara.
Pita suara dapat terbuka dan tertutup baik agak maupun secara sempurna. Bila kita sedang tidak bersuara maka pita suara kita terbuka lebar. Pada saat kita mengucapkan bunyi [p], [t], dan [k] pita suara akan agak terbuka tetapi tidak bergetar. Bunyi yang dihsilkandengan pita suara yang tidak bergetar dinamakan bunyi tak-vois (voiceless). Akan tetapi bila pita suaraagak tertutup dan kemudian ada udara yang mendesaknya untuk terbuka maka terjadilah getaran pada pita suara tersebut. Bunyi yang dihasilkan dengan pita suara bergetar disebut bunyi vois (voiced). Bunyi [b], [d], dan [g], termasuk dalam kategori ini. Jadi perbedaan antara [p]dengan [b], [t] dengan [d], dan [k] dengan [g], hanya terdapat pada bergetar atau tidaknya pita suara.

2.    Bunyi vokal
Kriteria yang digunakan untuk membentuk bunyi vokal  adalah tinggi-redahnya lidah, posisi lidah, ketegangan lidah, dan bentuk bibir. Lidah lentur dan mudah digerakkan naik atau turun. Naik turunnya lidah menyebabkan ukuran rongga mulut berubah. Bila lidah dalam posisi tinggi maka ruang yang akan dilalui udara dari paru-paru menjadi sempit. Bunyi yang dihasilkan juga akan melengking tinggi. Bila lidah diturunkan rongga mulut menjadi makin lebar. Makin ke bawah lidah itu maka makin lebarlah rongga mulut.
Lidah juga dapat dilekuk ke depan ataupun ke belakang. Posisi lidah di depan atau di belakang memegang peran dalam membentuk bunyi vokal. Bila digabungkan dengan tinggi-rendahnya lidah maka akan terbentuklah bunyi-bunyi vokal tertentu.
Di samping kedua faktor tersebut, pembuatan bunyi vokal juga ditentukan oleh tegang atau tidaknya saraf pada samping leher kita, tetapi hal seperti ini tidak kita rasakan jika kata yang kita ucapkan adalah bit. Kriteria ini umumnya dinyatakan dengan istilah tense dan lax yang diterjemahkan menjadi tegang atau kendur.
Faktor keempat adalah bentuk bibir. Bunyi-bunyi vokal tertentu diucapkan dengan kedua bibir dibulatkan (rounded) atau dilebarkan (spread). Pada umumnya bunyi vokal depan seperti [i] pada kata tiba dan [e] pada kata kare diucapkan dengan bibir dilebarkan sedangkan bunyin vokal belakang seperti [u] pada buku dan [o] pada ruko dengan bibir dibulatkan.

C.  Fonotaktik
Fonotaktik adalah sistem pengaturan fonem. Tiap bahasa memiliki sistem sendiri-sendiri untuk menggabungkan fonem agar menjadi suku dan kemudian kata. Sehingga tidak mustahil jika terdapat dua bahasa yang memiliki fonem sama tetapi fonotaktiknya berbeda. Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, misalnya, memiliki fonem [p], [s], [k], [r], dan [l]. Akan tetapi, fonotaktik bahasa Inggris memungkinkan penggabungan s-p-r dan s-p-l pada awal suku seperti terlihat pada kata spritedan split. Kebanyakan orang Indonesia tidak dapat mengucapkan kata-kata seperti inidan seringkali mereka menyelipkan suatu vokal sehingga menjadi səplit atau səprit.
Seperti dinyatakan Fries dalam Dardjowidjojo ( 2008: 41) bahasa Inggris sangat kaya dengan gugus konsonan, yaituada 45 gugus yang dapat berada di awal dan 190 gugus yang dapat berada di akhir kata. Bahasa Indonesia tidak kaya dengan gugus konsonan tetapi bahasa indonesia modern kini telah menyerap gugus asing sehingga memungkinkan adanya tiga konsonan di awal suku meskipun bentuk-bentuk tersebut hanya terdapat pada kata-kata pinjaman. Di akhir suku, kalau pun adam kata-kata tersebut sangat jarang ditemukan. Penggabungan dua atau lebih struktur suku kata dapat emmbentuk kata. Struktur suku kata yang terdapat dalam bahasa Indoensia ada:
a.       V
b.      KV
c.       VK
d.      KVK
e.       KKV
f.        KVKK
g.       KKVK
h.       KKKV
i.         KKKVK
j.        KKVKK
k.      KVKKK

D.  Tilas Neurologis
Neurologi merupakan salah satu faktor penting dalam penguasaan bahasa. Neurologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti ilmu tentang urat saraf, terutama tentang penyakit urat saraf, dan neurologis diartikan sebagai hal yang bersifat atau menurut urat saraf, atau hal yang berkaitan dengan neurologi. Istilah neurologi berasal dari kata neuro dan logis. Neuro berarti saraf dan logi (logos) berarti ilmu.Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi yang kemudian diterjemahkan oleh Dr. Kartini Kartono mengartikan neurologi (neurology) sebagai ilmu pengetahuan mengenai struktur dan berfungsinya sistem saraf. Jadi, neurologi ialah ilmu yang mempelajari mengenai saraf, termasuk mengenai berbagai kelainan yang terjadi.
Sistem saraf manusia terdiri dari dua bagian utama, yaitu:
a.    Tulang punggung yang terdiri dari sederetan tulang punggung yang bersambung-sambungan (spinal cord)
b.    Otak yang terdiri dari dua bagian yaitu:
1)   Batang otak (brain stem)
Batang otak terdiri dari bebebrapa bagian, yaitu medulla, ponsm otak tengah, dan cerebellum. Bagian-bagian tersebut menangani fungsi fisikal tubuh termasuk pernafasan, detak jantung, gerakan, refleks, dan pencernaan.
2)   Korteks serebral (cerebral cortex)
Korteks serebral menangani fungsi-fungsi intelektual dan bahasa. Korteks serebral manusia terdiri dari dua bagian, yaitu hemisfir kiri dan hemisfir kanan yang dihubungkan oleh 200 juta fiber yang dinamakan korpus kalosum. Hemisfir bekerja saling silang, hemisfir kiri mengontrol tubuh bagian kanan dan hemisfir kanan mengontrol tubuh bagian kiri. Sedangkan korpus kalosum bertugas mengintegrasi dan mengkoordinir kedua bagian hemisfir tersebut.
Hemisfir juga memiliki sambungan saraf dengan mata dan telinga.Dardjowidjojo (2008:204) menyebutnya dengan “sambungan kabel”. Jumlah “sambungan kabel” dari mata kiri ataupun dari telinga kiri dengan hemsifir kanan lebih banyak daripada sambungan kabel dengan hemisfir kiri. Karena itu jika salah satu mata atau telinga terganggu bahkan buta atau tuli kita masih bisa mendengar atau melihat objek secara utuh dengan mata telinga yang lain. Pembagian fungsi hemisfir tidak dimulai sejak manusia dilahirkan, tetapi ketika umur anak menjelang 12 tahun yang disebut dengan lateralisasi.
Wujud fisik dari hemisfir kiri dan hemisfir kanan hampir merupakan pantulan cermin, tetapi terdapat perbedaan, salah satunya ialah luas daerah wernicke. Daerah wernicke pada hemisfir kiri lebih luas dari daerah wernicke pada hemisfir kanan.
Hemisfir kiri terdiri dari empat daerah besar yang dinamakan lobe, yaitu lobe frontal, lobe temporal, lobe osipital, dan lobe parietal. Lobe-lobe tersebut tidak hanya menangani fungsi kebahasaan tetapi juga mengenai dengan kognisi (lobe frontal), mengenai pendengaran (lobe temporal), mengenai penglihatan (lobe osipital), dan mengenai rasa somaestetik, yakni, rasa yang ada pada tangan, kaki, muka, dan sebagainya (lobe parietal). Pada lobe frontal inilah terdapat daerah Broca.
Pada setiap lobe terdapat giru (gyrus) dan sulkus (sulcus). Girus berupa semacam gunduk atau bukit dengan lereng-lerengnya. Sedangkan sulkus ialah bagian yang masuk ke dalam, seperti lembah. Salah satu girus berfungsimenghubungkan apa yang kita lihat dengan apa yang kita pahami di daerah Wernicke yang disebut girus angular (angular gyrus).
Wernicke dan broca dihubungkan oleh sekelompok fiber. Fiber tersebut dinamakan fasikulus arkuat (arcuate fasciculus) yang bertugas mengkoordinir pendengaran, penglihatan, dan pemahaman di daerah wernicke dengan proses pengujaran di daerah broca.
Alat-alat ujaran seperti lidah, rahang, bibi, gigi, dan pita suara juga dikendalikan olehsuatu jalur yang disebut korteks motor (motor cortex) yang terdapat di daerah broca agak ke belakang.
Selain korteks motor, juga terdapat korteks pendengaran primer (primary auditory cortex) yang berada dalam lobe temporal, fungsinya untuk menanggapi bunyi yang didengar. Sedangkan dalam lobe osipital juga terdapat korteks yang berfungsi menanggapi objek yang dilihat disebut korteks visual.
Hemisfir kanan juga berperan dalam kebahasaan meskipun tidak seintensif hemisfir kiri. Peran hemisfir kanan ialah meruntutkan peristiwa, menarik inferensi dan kesimpulan, mendeteksi kalimat ambigu, dan sebagainya.
Kaitan otak dengan bahasa dapat digambarkan sebagai berikut:
Apabila input berupa bentuk lisan yaitu bunyi, maka akan ditanggapi di lober temporal, khusunya oleh korteks primer pendengaran. Input tersebut diolah secara rinci sekali. Setelah itu, bunyi tersebut dikirim ke daerah Wernicke. Di wernicke bunyi tersebut dipilah menjadi sukukata, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Setelah dimaknai dan dipahami isinya maka akan ada dua kemungkinan. Jika input tadi sekadar informasi yang tak perlu ditanggapi maka akan disimpan saja dalam memori. Tetapi jikaperlu ditanggapi secara verbal, maka interpretasi tersebut dikirim ke daerah broca melalui fasikulus arkuat.
Kemudian proses penanggapan dimulai. Setelah tanggapan verbal diputuskan, broca memerintah korteks motor untuk melaksanakannya. Suatu ujaran melibatkan minimal 100 otot dan 140.000 rentetan neuromuskuler. Tidak hanya urutan kata dan bunyi yang dipertimbangkan dalam korteks motor tapi juga urutan dari fitur-fitur pada tiap bunyi yang harus diujarkan. Perpindahan dari setiap bunyi juga memerlukan koordinasi yang akurat dan harus dikoordinasi dengan sangat rapi sehingga ujaran yang dihasilkan benar-benar mencerminkan bunyi yang natif.
Jika input berupa tulisan maka input akan ditanggapioleh korteks visual di lobe osipital. Tetapi input tersebut tidak langsung dikirm ke daerah wernicke melainkan harus melewati girus angular yang mengkoordinasi daerah pemahaman dengan daerah osipital. Setelah itu, baru di kirim ke daerah wernicke dan tahap selanjutnya sama seperti tahapan jika input berupa lisan.
Tulang punggung dan korteks serebral pada otak merupakan saraf sentral manusia, yang mengendalikan tubuh manusia. Jadi, jika terdapat sedikit saja gangguan pada dua bagian tersebut, tubuh ataupun mental juga akan mengalami gangguan.
Salah satu gangguan yang dapat terjadi pada otak ialah mengenai pembuluh darah. Dalam otak juga terdapat pembuluh darah yang bisa saja pecah, tersumbat, atau pun kekurangan oksigen, yang disebut stroke. Stroke bisa mengakibatkan kelumpuhan pada penderitanya.
Karena adanya kontrol silang hemisfir kir dan hemisfir kanan maka jika stroke terdapat pada hemisfir kiri, badan bagian kananlah yang mendapat gangguan. Begitu pula sebaliknya. Terdapat berbagai macam akibat yang dapat timbul dari penyakit stroke, tergantung di bagian mana stroke tersebut. Salah satunya ialah stroke dalam hemisfir kiri yang mengakibatkan gangguan wicara yang disebut afasia. Terdapat beberapa jenis afasia, sebagai berikut:
a.                   Afasia broca: terjadi di daerah broca. Karena broca berdekatan dengan korteks motor maka sering terjadi gangguan pada alat-alat ujar, seperti mulut mencong. Afasia broca menyebabkan gangguan pada perencanaan dan pengungkapan ujaran. Kalimat yang diucapkan biasanya terpatah-patah, lafal tidak jeals, seringkali kata yang diucapkan tanpa afiks.
b.    Afasia wernicke: terletak di daerah wernicke, bagian agak ke belakang dari lobe temporal. Korteks di sekitarnya juga bisa terkena. Penderita afasia ini lancar berbicara dan bentuk sintaksisnya juga cukup baik. Tetapi kalimatnya sukar dimengerti karena kata yang diucapkan tidak sesuai dengan makna yang sesungguhnya ingin dikatakannya. Dia juga tidak mudah memahami apa yang kita katakan
c.    Afasia anomik: terjadi pada bagiajn depan dari lobe parietal dengan lobe temporal. Penderita tidak dapat mengaitkan konsep dengan bunyi atau kata yang mewakilinya.
d.    Afasia global: kerusakan yang terjadi menyebar. Misalnya dari daerah broca melewati korteks motor menuju ke lobe parietal, dan sampai ke daerah wernicke. Sehingga penderita akan mengalami kelumpuhan pada sebagian tubuhnya seperti mulut mencong dan lidah yang kaku. Ujarannya pun tidak dapat dipahami karena pengucapannya kurang jelas.
e.    Afasia konduksi: terjadi pada fiber-fiber yang ada pada fasikulus arkuat. Penderita tidak akand apat mengulang kata yang baru saja diberikan kepadanya. Dia dapat memahai perkataan ornag lain, tetapi dia tidak dapat menjawab pertanyaan.
Selain afasia, ada gangguan wicara yang lain, di antaranya:
a.    Disartria: terjadi pada korteks motor. Penderita tidak dapat mengucapkan lafal dengan jelas tetapi ujarannya utuh.
b.    Agnosia atau demensia: gangguan pada pembuatan ide. Penderita tidak dapat memformulasikan ide sehingga isi ujarannya bisa loncat kesana kemari.
c.    Aleksia dan agrafia yang juga disebut disleksia. Aleksia adalah hilangnya kemampuan untuk membaca. Sedangkan agrafia adalah hilangnya kemampuan untuk menulis dengan huruf-huruf yang normal.

SIMPULAN
Ada tiga faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan bunyi konsonan, yaitu titik artikulasi, cara artikulasi, dan yang ketiga adalah status pita suara. Titik artikulasi adalah tempat artikulator berada, berdekatan, atau berlekatan. Cara artikulasi adalah cara udara dari paru-paru dilepaskan. Status pita suara. Pita suara dapat terbuka dan tertutup baik agak maupun secara sempurna. Bila kita sedang tidak bersuara maka pita suara kita terbuka lebar.
Kriteria yang digunakan untuk membentuk bunyi vokal  dalah tinggi-redahnya lidah, posisi lidah, ketegangan lidah, dan bentuk bibir. Lidah lentur dan mudah digerakkan naik atau turun. Di samping kedua faktor tersebut, pembuatan bunyi vokal juga ditentukan oleh tegang atau tidaknya saraf pada samping leher. Faktor keempat adalah bentuk bibir. Bunyi-bunyi vokal tertentu diucapkan dengan kedua bibir dibulatkan (rounded) atau dilebarkan (spread).
Fonotaktik adalah sistem pengaturan fonem. Tiap bahasa memiliki sistem sendiri-sendiri untuk menggabungkan fonem agar menjadi suku dan kemudian kata. Sehingga tidak mustahil jika terdapat dua bahasa yang memiliki fonem sama tetapi fonotaktiknya berbeda. Struktur suku kata yang terdapat dalam bahasa Indoensia ada: V, KV, VK, KVK, KKV, KVKK, KKVK, KKKV, KKKVK, KKVKK, dan KVKKK.
Neurologi ialah ilmu yang mempelajari mengenai saraf, termasuk mengenai berbagai kelainan yang terjadi. Sistem saraf manusia terdiri dari dua bagian utama, yaitu: Tulang punggung dan otak yang terdiri dari dua bagian yakni batang otak (brain stem) dan korteks serebral (cerebral cortex). Korteks serebral menangani fungsi-fungsi intelektual dan bahasa. Korteks serebral manusia terdiri dari dua bagian, yaitu hemisfir kiri dan hemisfir kanan. Hemisfir bekerja saling silang, hemisfir kiri mengontrol tubuh bagian kanan dan hemisfir kanan mengontrol tubuh bagian kiri. Sedangkan korpus kalosum bertugas mengintegrasi dan mengkoordinir kedua bagian hemisfir tersebut. Di dalam hemisfir tersebut terdapat wernick, broca yang berperan penting untuk menghasilkan ujaran.
Terdapat berbagai macam akibat yang dapat timbul dari penyakit stroke, tergantung di bagian mana stroke tersebut. Salah satunya ialah stroke dalam hemisfir kiri yang mengakibatkan gangguan wicara yang disebut afasia.



DAFTAR PUSTAKA

Chaplin, C. P. 1989. Kamus Lengkap Psikologi: Terjemahan Dr. Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Press.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2008. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Belum ada Komentar untuk "Makalah Psikolinguistik Mekanisme Ujaran Pembuatan Bunyi Ujaran"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel