Resensi Novel Cerita Calon Arang

Cerita Calon Arang bertutur tentang kehidupan seorang perempuan tua yang jahat. Pemilik teluh hitam dan pengisap darah manusia. Ia pongah. Semua-mua lawan “politik”nya dibabatnya. Yang mengkritik dihabisinya. Ia senang menganiaya manusia, membunuh, merampas, dan menyakiti. Ia punya banyak ilmu ajaib untuk membunuh orang
Dahulu ada sebuah negara bernama Daha. Negara ini dipimpin oleh Baginda Erlangga. Di bawah kepemimpinan Baginda Erlangga, Daha selalu dalam kondisi aman dan makmur. Hingga nama Baginda Erlangga dielu-elukan setiap saat karena sifatnya yang bijak dan berbudi dalam memerintah.
Namun ketenangan rakyat Daha terusik oleh kehadiran Calon Arang, tukang teluh wanita dari dusun Girah. Calon Arang mempunyai seorang anak yang cantik, Ratna Manggali. Tak seorangpun mau mendekati Ratna Manggali karena takut pada Calon Arang. Ini membuat Calon Arang naik pitam karena merasa tak ada seorangpun yang mau meminang anaknya layaknya anak gadis lain. Calon Arang kemudian meminta ijin dan memohon kekuatan pada Dewi Durga untuk menyebarkan penyakit ke seluruh Daha agar terpuaskan amarahnya. Dewi Durga menyetujui dengan catatan ia hanya boleh menyebarkannya ke rakyat yang ada di luar ibukota saja.
Di tempat lain, Lemah Tulis, tinggallah Empu Baradah dan anaknya, Wedawati. Namun kemudian Empu Baradah menikah lagi, karena kesepian sepeninggal ibu Wedawati, dan mendapatkan seorang anak laki-laki. Ibu tiri Wedawati sangat tidak suka pada Wedawati. Ketika Empu Baradah harus turun gunung untuk ke pertapaan Wisamuka untuk mengajar Weda, ibu tiri memarah-marahi Wedawati dengan alasan yang dibuat-buat. Wedawati menangis, meninggalkan rumah, dan menuju kuburan ibunya. Namun Empu Baradah tahu akan hal itu dan membujuk Wedawati pulang. Dan ia setuju untuk pulang.
Calon Arang mulai beraksi dengan murid-muridnya untuk menebar teluh. Ratusan orang bahkan ribuan dibuat sakit dan mati oleh teluhnya. Dan tak ada seorangpun yang mampu mengangkal keampuhan teluhnya. Calon Arang pun makin leluasa menggunakan teluhnya, terutama setelah ia mampu membunuh kepala dusun.
Setelah berita akan keganasan Calon Arang ini sampai di istana, Baginda Erlangga mengirimkan pasukannya untuk menghentikan Calon Arang dan anak buahnya. Namun tetap saja gagal. Calon Arang terlalu tangguh buat pasukan istana. Ia mengeluarkan api yang menjilat-jilat keluar dari tubuhnya untuk mengusir sepasukan itu. Baginda Erlangga pun makin larut dalam kesedihannya.
Di Girah Calon Arang meluap-luap kemarahannya setelah tahu ia diburu oleh pasukan Daha. Ia pun kemudian membawa murid-muridnya mengadu pada Dewi Durga. Calon Arang meminta ijin Dewi Durga untuk meneluh seluruh Daha, bahkan sampai dalam istana sekalipun. Dan permintaannya dikabulkan.
Lambat laun setiap sudut Daha menjadi tempat yang mengerikan. Banyak mayat disana-sini. Dalam kondisi ini, Baginda Erlangga meminta petunjuk pada Sang Dewa Guru. Sang Dewa Guru memberi petunjuk pada Baginda Erlangga untuk menemui Empu Baradah, karena ia lah satu-satunya yang bisa menolong. Baginda Erlangga mengutus Kanduruan untuk menemui Empu Baradah. Empu Baradah setuju dengan syarat ia akan menikahkan Empu Bahula, muridnya, dengan Ratna Manggali dan Baginda harus menyiapkan segala sesuatunya.
Sementara itu di Lemah Tulis, Wedawati diusir lagi dari rumah. Ia lari ke makam ibunya dan ingin tinggal disitu selamanya. Empu Baradah tak bisa merubah ketetapan hati anaknya. Ia kemudian membuat rumah untuk Wedawati di dekat makam. Dan Wedawati kemudian merubahnya menjadi rumah dengan taman bunga yang indah.
Empu Bahula, sesuai permintaan Empu Baradah, melamar dan menikahi Ratna Manggali. Ratna Manggali lah yang membeberkan kekuatan rahasia pada Empu Bahula dan mengambil kitab sakti untuk suaminya bawa. Kitab itu kemudian dibaca oleh Empu Baradah. Empu Baradah takjub dengan isi kitab yang sebenarnya ampuh itu.
Setelah membaca kitab Calon Arang, Empu Baradah berhasil menyembuhkan banyak orang, bahkan mampu menghidupkan yang telah mati. Sampai pada akhirnya, dua murid Calon Arang, Weksirsa dan Mahisa Wadana, meminta Empu Baradah untuk menjadi guru sekaligus membersihkan jiwa mereka. Dengan kemampuan Empu Baradah untuk menyembuhkan, pelan-pelan kehidupan di Daha mulai ramai kembali. Banyak orang mulai kembali hidup normal dan tak lagi takut akan teluh Calon Arang. Empu Baradah pun melanjutkan tugas untuk menemui Calon Arang.
Calon Arang menyesali perbuatannya setelah bertemu dengan Empu Baradah. Ia memohon pengampunan. Namun Empu Baradah menolak. Maka naik pitamlah Calon Arang. Ia menyerang Empu Baradah dengan segenap kekuatannya. Namun anehnya, Empu Baradah sama sekali tak terluka dengan serangan Calon Arang. Bahkan Empu Baradah berhasil membunuh Calon Arang.
Namun Empu Baradah sadar jika membunuh Calon Arang tanpa membersihkan jiwanya adalah salah. Empu Baradah kemudian menghidupkan lagi Calon Arang, membersihkan jiwanya, dan membunuhnya lagi untuk kali kedua.
Baginda Erlangga yang mendengar kabar terbunuhnya Calon Arang sangat gembira. Ia memutuskan untuk melakukan perjalanan ke dusun Girah untuk menyambut kemenangan Empu Baradah. Malah setelah ketemu Empu Baradah, Baginda Erlangga meminta bimbingan, ilmu, dan petunjuk dari Empu Baradah. Dan rakyat Daha pun kembali seperti sediakala, aman dan makmur.
Kemudian dituturkan adanya perjumpaan Empu Baradah dan Empu Kuturan di Bali. Empu Baradah membawa pesan dari Baginda Erlangga untuk meminta ijin pada Empu Kuturan untuk mengangkat putra bungsu Baginda Erlangga menjadi raja di Bali. Namun tentu saja ditolak oleh Empu Kuturan yang telah mempunyai calon raja sendiri di Bali, yaitu cucu Empu Kuturan sendiri.
Sebelum berangkat untuk menjadi pendeta sesuai rencananya, Baginda Erlangga membagi Daha agar masing-masing bisa dipegang oleh kedua anaknya. Pembagian yang adil, Kediri dan Jenggala. Namun ada kalanya Kediri menyerang Jenggala, sehingga lagi-lagi Empu Baradah harus turun tangan mendamaikan. Akhir cerita, Empu Baradah memberikan semua harta hadiah raja pada putranya. Ia memilih untuk pergi bertapa bersama Wedawati di gunung.
Kembali ke dalam definisi dongeng sebagai sebuah media penyampaian pesan moral, Cerita Calon Arang karya Pramoedya sendiri pun tak lepas dari hal tersebut. Pertempuran antara kebaikan (dalam cerita ini digambarkan melalui sosok Mpu Baradah) melawan kejahatan (Calon Arang). Kisah tentang Calon Arang ini sendiri, kali ini, dituliskan Pramoedya secara utuh, secara lugas, secara sederhana dan tanpa embel-embel bahasa kias atau makna idiom yang terlalu rumit.
Kritik datang dari aktivis perempuan tentang Cerita Calon Arang ini. Mereka beranggapan, penggambarannya sangat bias gender. Memojokkan kaum perempuan. Pramoedya dituding terlampau sarkas menggambarkan Calon Arang sebagai perempuan pembunuh. Perempuan yang buas.
Tetapi kesimpulannya, terlepas dari kritik dongeng ini adalah  dongeng yang indah yang disertai adegan-adegan menegangkan.
·         Judul Resesi  - Dongeng di Era Hiruk Pikuk
·         Judul Buku    CERITA CALON ARANG
·         Penulis           Pramoedya Ananta Toer
·         Penerbit         Lentera Dipantara
·         Tebal              94 halaman
·         ISBN              979-97312-10-5

Belum ada Komentar untuk "Resensi Novel Cerita Calon Arang"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel